Langsung ke konten utama

DPA(DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG) ATAU DEWAN PENYELAMAT ALUMNI???

 Tulisan ini ditulis karena salah satu momentum diskusi antara penulis dan salah satu rekannya di salah satu kota yang ada di Lampung. Kala itu rekan penulis memantik diskusi dengan kalimat udah tau belum tentang polemik DPA bat? Seketika penulis menyahut wah, isu hangat ni. dari situlah diskusi kami hidup dan meliar tetapi tetap menggunakan alam pikir sehat ketika mengkaji sebuah isu tersebut walaupun tetap di bumbui sedikit tuduhan, Bukan tuduhan tapi diagnosa mungkin ala ala mahasiswa yang sedang berteori.

Berikut sedikit sejarah tentang DPA Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan di seluruh dunia pada tanggal 17 Agustus 1945  oleh Soekarno-Hatta. Dalam rapatnya tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945  yang menjadi dasar pembentukan Majelis Permusyawaratan Agung. Ketika membahas struktur ketatanegaraan  BPUPK, jarang sekali ditanyakan mengenai lembaga DPA, sehingga tidak diketahui pertimbangan pembentukan BPUPKi Dalam penjelasan UUD 1945,  perbandingan dengan Dewan Negara memunculkan anggapan bahwa subkomisi Panitia Perancang Undang-Undang mencontoh Negara Raad van  Belanda atau Nederlandsch-Indie Raad van Indie. Ada anggapan di kalangan para pembangun bangsa (founding fathers) saat itu bahwa para penasehat administrasi pemerintahan daerah sepenuhnya sejalan dengan tradisi negara Indonesia yang mengakui adanya dewan tetua. Mengenai DPA yang secara samar-samar didefinisikan dalam Pasal 16 UUD 1945, DPA dapat diartikan sebagai suatu badan yang terdiri atas orang-orang sebagai berikut: Warga negara yang mempunyai pengalaman panjang dan kaya dalam masyarakat dan negara yang memberikan nasihat kepada Kepala Negara.

 Bentuk ini tercermin pada komunitas terkecil yang memegang kekuasaan nyata dan menjalankan pemerintahan secara musyawarah. Tokoh masyarakat didampingi oleh orang-orang yang berpengalaman dalam pekerjaan kepemimpinannya. DPA didirikan pada tanggal 25 September 1945. Pembentukan DPA pada masa ini tidak dilakukan dengan undang-undang, melainkan berdasarkan pemberitahuan pemerintah yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1945. Deklarasi Pemerintah yang dikeluarkan Presiden Sukarno pada tanggal 25 September 1945  merupakan keputusan pertama pembentukan DPA dan mengatur pengangkatan sementara 11 anggota DPA. Berdasarkan pemberitahuan pemerintah, 11 anggota DPA yaitu Bapak R.Margono Jojohadikusumo diangkat sebagai ketua dan 10 anggota termasuk Dr.Margono Jojohadikusumo diangkat sebagai ketua. KRT Rajman Widiodinrat, Syeikh Jamil Jambek, H.Agus Salim, KRMT H. Urjaningrat, H.Adnan Moch, Henokh, Dr. Demuth, Ir.Dr Noor.Soekiman Viljosanjojo, New York. Sowarni pringgodigdo. DPA pertama ini tidak terlalu berhasil.Ketika sistem pemerintahan  menjadi sistem parlementer,  DPA kehilangan signifikansinya. Meskipun DPA bertahan hingga tahun 1949, nasibnya sebagai lembaga konstitusional merosot. Sejak itu, posisi otoritas perlindungan data menjadi semakin tidak jelas. Keadaan ini terus berlanjut hingga Presiden Sukarno mengeluarkan proklamasi pada tanggal 5 Juli 1959 Badan Perlindungan Data Sementara ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1959 tanggal 22 Juli 1959.  Presiden Sukarno pun memimpin rapat tersebut. DPA final pertama kali ada pada tahun 1967 melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967 yang disetujui oleh Presiden Soeharto

Lalu untuk apa DPA hari ini? Mengapa isu tentang DPA santer terdengar di kuping masyarakat. Jika kita melihat fungsi ideal DPA bukankah sudah terwakilkan oleh Watimpres lalu untuk apa DPA ada lagi bukan kah menjadi kecurigaan di sebagian kalangan masyarakat. Sekilas diagnosa yang dihasilkan dari diskusi dan segelas kopi yang diminum bersama, DPA hanyalah alat persinggahan yang disediakan presiden terpilih “RAJA JAWA” untuk pengasuhnya yaitu “TUKANG KAYU” sebagai alat transaksi politik. Nampaknya walaupun isu tiga periode TUKANG KAYU gagal tapi bukankah DPA adalah subtitution yang setara untuk TUKANG KAYU sebagai validasi agar tetap bisa melanjutkan kebengisanya di negri kita. Kebengisan? Terdengar sangat kasar untuk mendefinisikan rezim TUKANG KAYU tapi jika kita kilas balik mungkin diksi tersebut masih terbilang wajar dan tidak kasar sama kali, 10 tahun berkuasa hanya meninggalkan aspal, corcoran jalan dan kegagalan DEMOKRASI, bukan kah wajar jika saya menyebutnya bengis. Tak lupa saya ingatkan bagaimana rakusnya pria yang berpenampilan sederhana ini, ANAK DAN MENANTU di jadikan bidak caturnya di perpolitikan negri kita, hingga banyak sekali potensi anak bangsa yang gugur sebelum ditanam, realita yang sungguh menyedihkan ini apakah ingin kita lanjutkan sahabat? 

Akal bulus politik ala TUKANG KAYU yang selalu ingin mencari tempat untuk dijadikan bemper kepentingan sangatlah memalukan dan menyalahi etika politik. Rakyat hanyalah dijadikan objek untuk menyelamatkan dinastinya. Pelanggaran HAM, RUU cipta kerja, kejahatan agraria, membodohi konstitusi adalah rutinitas sehari hari TUKANG KAYU dan inilah yang akan dilanjutkan RAJA JAWA? 

“Politik ala tukang kayu itu seperti tarian kuda lumping, banyak pergerakan tetapi tidak ada langkah maju” kira-kira seperti itulah saya menggambarkan rezim penuh dosa yang sudah mengekang saya dari umur 10 tahun hingga awal kepala dua ini. Entah dosa leluhur yang macam apa sampai sampai rakyat Indoesia harus menerima cobaan yang sebegini beratnya, bagaimana mungkin tuhan kami bisa menahan penindasan, arogansi kekuasaan, dan otak atik peraturan yang merugikan kami, sedangkan kami mencoba melawan dalam keadaan lapar, miskin dan didegradasikan secara pikiran. 


Penulis : Sahaat Rafa Febryan ND

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melawan Stagnansi : Bagaimana Pemikiran Kritis Membantu Mahasiswa Menghadapi Tantangan Global

 Di era globalisasi yang serba cepat, mahasiswa menghadapi berbagai tantangan yang kompleks dan dinamis. Stagnasi—ketidakmampuan untuk berkembang atau beradaptasi—bisa menjadi penghalang besar bagi mereka dalam meraih kesuksesan. Salah satu alat yang sangat berguna untuk melawan stagnasi adalah pemikiran kritis. Artikel ini akan membahas bagaimana pemikiran kritis dapat membantu mahasiswa menghadapi dan mengatasi tantangan global yang mereka hadapi.  Apa Itu Pemikiran Kritis? Pemikiran kritis adalah kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi informasi secara objektif dan rasional, serta membuat keputusan yang didasarkan pada pertimbangan yang matang. Ini melibatkan kemampuan untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang, menilai argumen, dan membuat kesimpulan yang logis. Pemikiran Kritis sebagai Alat untuk Mengatasi Stagnasi 1. Adaptasi Terhadap Perubahan: Dunia global saat ini berubah dengan sangat cepat. Teknologi baru, perubahan ekonomi, dan dinamika sosial yang ter...

PMII SEBAGAI PENYEIMBANG KEKUASAAN

  Implementasi Nilai, Prinsip, dan Ajaran Organisasi  Internasionalisasi atau globalizing PMII adalah wujud implementasi dari prinsip, nilai, dan ajaran organisasi itu sendiri. Paham dan ajaran Ahlusunnah wal Jamaah atau Aswaja tidak cukup hanya dimaknai sebagai pedoman dalam ritus sakral semata. Lebih dari itu, Aswaja harus dijadikan sebagai metode berpikir keagamaan yang lebih terbuka, adaptif, toleran, mencakup semua aspek kehidupan manusia, dan tidak terbatas sekat ruang dan waktu. Lainnya, Nilai Dasar Pergerakan atau NDP PMII sebagai kalimatun sawa (tali pengikat) mengajarkan bahwa penting untuk menjaga hubungan baik antarsesama manusia atau hablum minannas. Sudah seharusnya bahwa kita sadar akan kelebihan kekurangan sebagai manusia sehingga harus saling menghormati, tolong-menolong, dan bekerja sama untuk mewujudkan tatanan kehidupan bersama. Paham tersebut menekankan bahwa tidak ada lagi superioritas, dominasi, dan subversi antarmanusia di dunia, yang ada hanya persamaa...

Yayasan Sabar Dirin Husodo dan PMII Rayon KPI Bersinergi Membangun Mushola di Banjarrejo.

Media Movement  - Pembangunan mushola baru yang berlokasi didusun Cempaka, Desa Banjarrejo 38b kini memasuki tahap pembangunan fisik setelah dilaksanakan peletakan batu pertama pada 06 November 2024 lalu. Mushola yang diperkirakan akan selesai masa pembangunan nya pada akhir Januari 2025 ini, diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial bagi warga setempat. Pembangunan mushola ini digagas oleh Yayasan Sabar Dirin Husodo bersama Pengurus PMII Rayon Komunikasi dan Penyiaran Islam (PR-KPI). Dalam sambutanya pada musyawarah yayasan bersama warga desa, Ketua Yayasan Sabar Dirin Husodo, Bapak Sudirin, M. Pd menyampaikan bahwa mushola ini akan memiliki fasilitas yang tidak hanya untuk ibadah, tetapi juga untuk kegiatan sosial, kemahasiwaan, pelatihan keterampilan, serta kegiatan-kegiatan pendidikan agama lain nya.  "Mushola ini dibangun atas upaya yang dilakukan yayasan untuk membangun rumahnya Allah. Dibangun dilingkungan masyarakat dusun Cempaka desa Banjarrejo, mus...